Saturday 13 December 2014

Memompa Motivasi Belajar Anak

motivasi belajar1
Memotivasi anak untuk belajar berbeda-beda menurut usianya. Di jenjang SD, usia ini dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu kelas rendah (kelas 1-3 SD) dan kelas atas (kelas 4-6 SD). Menurut Karmila Wardhana, S.Psi ., memiliki ciri khas yang berbeda.

Kelas 1-3 SD
Anak-anak di kelas bawah masih menapaki masa transisi dari taman kanak-kanak yang aktivitas belajarnya dilakukan sambil bermain ke jenjang sekolah dasar yang formal. Maksudnya, mereka dituntut untuk banyak berada dalam dalam kelas dan duduk tenang memperhatikan penjelasan guru serta mengerjakan tugas-tugas.

Tuntutan tersebut tentu saja menyulitkan karena sebenarnya murid-murid kelas rendah masih dalam usia bermain. Sayangnya, banyak orang tua, bahkan guru, melupakan ciri khas usia ini. “Anak kelas 1-2 belum bisa diharapkan duduk lama karena rentang perhatiannya maksimal sekitar 15 menit. Jadi mereka bukan nakal kalau enggak bisa diam di kelas.”

Berkaitan dengan masa transisi ini pula, seperti dituturkan Mila, orang tua mesti peka dengan kemungkinan munculnya school phobia pada anak. Pahamilah bahwa perubahan-perubahan dari TK ke SD sering membuat murid kelas rendah “ketakutan”.

Agar anak dapat melalui masa transisinya dengan mulus, orang tua dapat membantu dengan memberikan motivasi belajar yang pas menurut ciri khas anak usia kelas 1-3 SD atau kurang lebih 6-8 tahun. Inilah pokok-pokoknya:

Belajar sambil bermain
Pada prinsipnya hampir sama dengan cara belajar anak TK. Namun, untuk anak SD alihkan ke cara bermain yang lebih konstruktif. “Tolong ambilkan Bunda 2 cokelat, dong. Nah, di tangan Bunda sudah ada 1 cokelat. Bunda jadi punya berapa cokelat sekarang? Suasana belajar pun tak perlu harus serius. Jadi tak selalu harus belajar di belakang meja, bisa juga sambil tiduran di lantai, misalnya.

Manfaatkan PR
Sampai saat ini Pekerjaan Rumah (PR) untuk murid kelas rendah masih menjadi pro-kontra. Menurut Mila, selama tidak berlebihan, sebenarnya PR banyak memberi manfaat. Salah satunya untuk mengulang sedikit pelajaran yang sudah didapat anak di sekolah. Masalah timbul kalau anak sering dijejali PR. Inilah yang sering menjadi beban bagi anak.

Beri dukungan
Dukungan memang selalu diperlukan, terutama saat anak menghadapi masa-masa sulit di sekolah. Bentuknya bisa sangat sederhana, misalnya ketika anak memperoleh nilai buruk, kita tidak perlu menjatuhkan vonis bahwa ia bodoh atau pemalas.

Lebih baik, luangkan waktu untuk mendiskusikan masalah tersebut dengan anak. “Sebagai awal, orang tua perlu mencari tahu perasaan anak ketika memperoleh nilai 50. Apakah ia kecewa, sedih atau biasa-biasa saja, karena jangan-jangan ia tidak mengerti bahwa nilai 50 itu berarti kurang.” Lalu tetaplah beri dukungan. “Untuk hari ini enggak apa-apa dapat 50. Kamu bisa dapat nilai yang lebih baik di ulangan berikutnya, tapi kamu harus belajar.”

Jadilah model yang baik
Ini berarti orang tua jangan sampai terlihat santai saat anak sedang belajar. “Misalnya, ketika sedang mengerjakan PR anak melihat ibunya menonton televisi dan ayahnya tidur. Bisa-bisa anak merasa diperlakukan tidak adil. ‘Ih, ayah, kok, bisa tidur sedangkan aku harus belajar?" Akan lebih baik bila saat anak belajar, orang tua juga tampak “belajar”, seperti menemani anak sambil membaca koran atau buku. Dengan begitu anak akan mendapat panutan.

Tetapkan jam belajar
Misalnya, dari jam 5 sampai 7 disepakati sebagai jadwal belajar anak. Namun, jadwal harus dibuat dengan mempertimbangkan jam sekolahnya. Berilah ia waktu untuk berisitirahat sebelum waktu belajar. Saat waktunya belajar, anak harus diberi pengertian bahwa rentang waktu itu harus diisi hanya untuk kegiatan belajar. Artinya ia tidak nonton teve, tidak mendengarkan radio, atau tidak bermain playstation.

ANAK 4-6 SD
Anak-anak SD kelas atas sebenarnya sudah diharapkan memiliki self learning regulation atau kesadaran untuk belajar sendiri. Jika pada anak kelas 1-3 SD, orang tua masih sangat terlibat dalam proses belajar anak, maka pada anak kelas 4-6 SD orang tua hanya jadi pendamping saja. Mereka sudah harus tahu apa yang mesti dikerjakan.

Namun begitu, orang tua tetap perlu menumbuhkan motivasi belajarnya agar tak kendur. Caranya, ingatlah bahwa salah satu ciri anak usia ini adalah penggunaan logika yang sudah semakin mendalam. Orang tua perlu memberikan alasan-alasan yang masuk akal tentang pentingnya belajar. Berikut beberapa kiatnya:

Kaitkan dengan Hobinya
Kalau hobi anak adalah menonton acara kuis di TV, orang tua bisa memberi komentar. “Dia bisa dapat menang dandapat hadiah mobil karena pintar. Wah, pasti dari kecil dia sudah senang belajar dan bisa mengatur waktu, deh!

Ajak untuk Mmembuat Jadwal
Pada usia ini biasanya anak mulai memiliki banyak kegiatan. Ada latihan basket, renang, jalan-jalan dengan teman, juga main games. Oleh karena itu, libatkan anak dalam pengaturan jadwal kegiatannya. Jelaskan bahwa anak boleh memiliki kegiatan apa pun, tapi belajar merupakan prioritas utama. Dengan diberi pengertian seperti itu dan dibiarkan mengatur jadwal sendiri, ia tidak akan merasa terpaksa. Jangan lupa, keterpaksaan hanya akan mengendurkan motivasi anak dalam belajar.

Rencanakan Masa Depan
Karena murid-murid kelas atas, terutama kelas 5 dan 6 sudah akan memasuki sekolah lanjutan, orang tua perlu mengajak anak untuk mengadakan rencana masa depan. “Kamu mau masuk SMP mana? Kira-kira di situ NEM-nya berapa, ya? Yuk kita mulai kejar dari sekarang supaya kamu bisa lolos ke sana!”

Namun, Mila mengingatkan agar orang tua juga melihat kenyataan. Jika harapan anak terlalu tinggi, maka harus didiskusikan. “Kalau orang tua melihat anak akan sulit masuk ke salah satu sekolah favorit, ia perlu diajak mencari alternatif. ‘Kalau enggak keterima di situ, kamu mau masuk sekolah mana lagi?’ Namun tentunya orang tua tetap memotivasi anak untuk belajar lebih baik.”

Berdasarkan penelitian, anak-anak yang berhasil ternyata memiliki pengaturan waktu yang baik, tertib mengikuti jadwal, dan disiplin dalam belajar. Itu semua bisa didapat bila anak sudah memiliki self learning regulation.

Namun ingat, selain memotivasi anak untuk belajar, orang tua juga perlu memberinya waktu bermain. Jangan sampai tujuh hari dalam seminggu diisi kegiatan belajar terus-menerus. “Mentang-mentang Senin-nya masuk sekolah, Minggu pun diharuskan belajar. Lebih baik gunakan hari libur sebagai playtime untuk menghindari kebosanan anak akan belajar,” begitu Mila menekankan. (Faras Handayani/Nakita).
 
Sumber : http://www.kidnesia.com/Kidnesia2014/Dari-Nesi/Sekitar-Kita/Pengetahuan-Umum/Memompa-Motivasi-Belajar-Anak

10 Tips Mengatasi Anak Didik Jenuh Belajar di Kelas



10 Tips Mengatasi Anak Didik Jenuh Belajar di Kelas

1.Metode belajar sambil bermain

Menggunakan metode belajar sambil bermain adalah suatu hal yang mutalk untuk diterapkan. Misalnya mengajarkan penjumlahan dengan cara menghitung jumlah pintu di sekolah, jumlah kursi di kelas, dan masih banyak cara yang lain.

2.Ubah posisi tempat duduk

Anak-anak memang pribadi yang cepat bosan. Apalagi bila mereka duduk di tempat yang itu-itu saja. Kita bisa mengubah posisi tempat duduk tiap anak setiap minggu atau setiap dua minggu, supaya anak bisa akrab tidak hanya dengan teman yang itu-itu saja, malainkan dengan setiap anak. Kita juga bisa mengubah posisi tempat duduk. Tidak hanya melulu anak harus menghadap papan tulis, kadang kita juga bisa mengubah formasi tempat  duduk menjadi sebuah lingkaran dan kita mengajar di tengah, kadang hanya memakai karpet, dan masih banyak lagi.

3. Adakan kegiatan outdoor

Kegiatan outdoor ini tidak melulu hanya maen-maen di luar kelas lho. Alangkah lebih baik bila kita juga sudah menyiapkan sebuah materi pelajaran yang menarik buat anak-anak. Misalnya cara menanam pohon ketela, cara menanam tanaman cabe, dan masih banyak lagi.

4.Belajar sambil bernyanyi

Kegiatan bernyanyi memang sangat diminati oleh anak-anak. Sebelum memulai memberikan materi, alangkah lebih baik bila kita mengajak anak-anak untuk bernyanyi terlebih dahulu. Lagu bisa berfungsi ganda. Yaitu bisa membangkitkan mood anak-anak, dan sebagai reminder. Remider yang saya maksud adalah agar anak-anak bisa lebih mudah dalam menyerap materi ilmu yang akan kita berikan, dan agar anak-anak lebih mudah mengingat materi pelajaran yang telah kita berikan (setelah selesai mengaja, anak-anak menjadi lebih mudah mengingatnya kembali). Misalnya sebelum kita mengajarkan anak-anak materi pengenalan huruf, kita ajak anak-anak menyanyikan lagu ABC.

5.Belajar sambil mendongeng

Mendongeng tidak hanya berfungsi sebagai peningkat kecerdasan imajinasi anak, namun dengan mendongeng, ternyata kita juga bisa memberikan suatu materi pelajaran. Misalnya pada saat kita mendongeng tentang seekor bebek, kita bisa menyelipkan materi pelajaran pengenalan angka dengan cara membuat angka dua menjadi seekor bebek. Selagi anak-anak asyik mendengar cerita kita, anak-anak pun bisa belajar mengenal angka.



6.Belajar sambil menari / bergerak

Sambil menari pun kita bisa mengajar anak-anak lho…  . Hmm… meskipun saya tidak pandai menari saya akan mencoba memberikan contoh. Misalnya dengan lagu ini: BIG, BIG, BIG. Nah… Dengan lagu ini, anak-anak tidak hanya bisa menari atau bergerak, tapi juga bisa belajar pengenalan nama hewan, lawan kata, dan tentu saja pelajaran bahasa Inggris.

7.Menggambar / mewarnai sambil belajar

Untuk yang satu ini, kita bisa mengajak anak-anak untuk menulis A sampai Z, di sebuah kertas gambar, lalu mendekorasi di bagian-bagaian yang kosong lalu mewarnainya. Atau bila anak-anak belum bisa menulis, kita bisa menyiapkan kopian gambar-gambar huruf, lalu meminta anak untuk mewarnainya, dan mendekorasi bagian kertas yang kosong.

8. Menghafal kata sambil bertepuk tangan

Dengan bertepuk tangan kita tidak hanya bisa meningkatkan kecerdasan motorik anak, namun juga bisa mentrasnfer ilmu. Misalnya dengan mengajak anak-anak untuk menyebutkan kata-kata dengan satu, dua, atau tiga suku kata. Lalu mengajak mereka untuk bertepuk tangan saat mengucapkannya. Misalnya: ru - mah, diucapkan dengan cara bertepuk tangan sebanyak dua kali seiring dengan suku kata yang diucapkan.

9.Free Time

Mungkin karena terlalu banyak kegitan yang kita buat untuk anak-anak, anak-anak menjadi malas belajar. Free Time atau waktu bebas juga sangat penting lho… Hal ini dilakukan agar anak-anak bisa merasa “bebas” dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk bereksplorasi secara bebas, dan mencegah ketegangan. Free time bisa dilakukan di dalam ruangan (bermain lego, balok, dll) ataupun di luar ruangan (maen ayuanan, mobil-mobilan, dll).

10. Mengatasi  masalah kita sendiri

Sadar atau tidak sadar, kadang hal yang membuat anak-anak menjadi bosan belajar adalah karena diri kita yang kurang bisa membawa anak-anak pada suasana belajar yang ceria.

 Sumber :http://sd-gs.tarakanita.or.id/artikel/2012/09/21/10-tips-mengatasi-anak-didik-jenuh-belajar-di-kelas.html

Friday 12 December 2014

KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR

Ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar yang perlu diketahui para guru, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah Dasar. Sebagai guru harus dapat menerapkan metode pengajaran yang sesuai dengan keadaan siswanya maka sangatlah penting bagi seorang pendidik mengetahui karakteristik siswanya. Selain karakteristik yang perlu diperhatikan kebutuhan peserta didik. Adapun karakeristik dan kebutuhan peserta didik dibahas sebagai berikut:

Karakteristik pertama anak SD adalah senang bermain. Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih – lebih untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran serius seperti IPA, Matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau Seni Budaya dan Keterampilan (SBK).

Karakteristik yang kedua adalah senang bergerak, orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.

Karakteristik yang ketiga dari anak usia SD adalah anak senang bekerja dalam kelompok. Dari pergaulanya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.

Karakteristik yang keempat anak SD adalah senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung. Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Berdasar pengalaman ini, siswa membentukkonsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, pera jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang arah mata angina, dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian menunjuk langsung setiap arah angina, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah akan diketahui secara persis dari arah mana angina saat itu bertiup.

Di samping memperhatikan karakteristik anak usia SD, implikasi pendidikan dapat juga bertolak dari kebutuhan peserta didik. Pemaknaan kebutuhan SD dapat diidentifikasi dari tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang muncul pada saat atau suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya, sementara kegagalan dalam melaksanakan tugas tersebut menimbulkan rasa tidak bahagia, ditolak oleh masyarakat dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya.

Tugas-tugas perkembangan yang bersumber dari kematangan fisik diantaranya adalah belajar berjalan, belajar melempar mengangkap dan menendang bola, belajar menerima jenis kelamin yang berbeda dengan dirinya,. Beberapa tugas pekembangan terutama bersumber dari kebudayaan seperti belajar membaca, menulis dan berhitung, belajar tanggung jawab sebagai warga negara. Sementara tugas-tugas perkembangan yang bersumber dari nilai-nlai kepribadian individu diantaranya memilih dan mempersiapkan untuk bekerja, memperoleh nilai filsafat dalam kehidupan.

Anak usia SD ditandai oleh tiga dorongan ke luar yang besar yaitu (1)kepercayaan anak untuk keluar rumah dan masuk dalam kelompok sebaya (2)kepercayaan anak memasuki dunia permainan dan kegiatan yang memperlukan keterampilan fisik, dan (3) kepercayaan mental untuk memasuki dunia konsep, logika, dan ligika dan simbolis dan komunikasi orang dewasa.

Dengan demikian pemahaman terhadap karakteristik peserta didik dan tugas-tugas perkembangan anak SD dapat dijadikan titik awal untuk menentukan tujuan pendidikan di SD, dan untuk menentukan waktu yang tepat dalam memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak itu sendiri.

Sumber : http://agungpriyambodo071644093.blogspot.com/2009/10/karakteristik-dan-kebutuhan-pendidikan.html